Komisioner KPK Kerap Tak Kooperatif
Komisioner Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) kerap tak kooperatif dengan DPR, terutama Komisi III yang menjadi mitranya. Dalam setiap rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III, Komisioner KPK kadang tak hadir memenuhi panggilan rapat. Sikap ini perlu dikoreksi.
“Dibanding Kapolri dan Jaksa Agung, KPK kurang kooperatif. Diajak rapat, Jaksa Agung dan Kapolri bisa dua kali rapat dalam satu masa sidang. Tapi, KPK ini dalam satu masa sidang untuk sekali saja sulit. Kapolri itu cuma satu orang tapi dipanggil rapat tetep bisa. Padahal urusannya dari Sabang sampai Merauke. Sementara KPK komisionernya ada lima, masa salah satunya enggak bisa hadir saat rapat dengan DPR,” ungkap anggota Komisi III DPR RI Arteria Dahlan.
Penegasan tersebut disampaikannya saat dihubungi Parlementaria lewat sambungan telepon, Selasa (20/2/2018). Seruan agar KPK selalu kooperatif dengan DPR sudah sering kali disampaikan. Sebagai anak kandung DPR, kata Arteria, DPR selalu mendukung penegakan hukum yang dilakukan KPK. Marwah KPK harus dijaga sebaik-baiknya.
Ditambahkan politisi PDI Perjuangan itu, soal pemberantasan korupsi, tidak pada tempatnya menghadapkan DPR dengan KPK. DPR adalah lembaga yang paling terbuka dalam pemberantasan korupsi, sekali pun banyak anggotanya yang terjerat kasus korupsi. Apalagi, DPR saat ini sudah membuka Klinik e-LHKPN beberapa waktu lalu yang diresmikan Ketua DPR dan dihadiri Ketua KPK. Dengan dibukanya Klinik e-LHKPN ini, DPR ingin memperlihatkan pada publik, transparansi yang sedang dilakukannya.
Untuk itu, lanjut Arteria, KPK harus bersikap kooperatif dengan DPR, terutama saat DPR secara resmi mengundang rapat. Rapat itu bisa dengan Komisi III maupun Pansuk Angket KPK. “Sangat keliru apabila DPR dihadapkan pada KPK dalam konteks pemberantasan korupsi. Ini lembaga yang paling transparan. Apalagi dengan spirit ketua baru, semua kanal publik terbuka untuk mengoreksi kami, baik kegiatan yang ada di DPR maupun kegiatan di luar DPR,” ujar Arteri. (mh/sc)